Rabu, 14 September 2016

Kedaulatan Rakyat, 14 September 2016, Hlm. 12

Revitalisasi Manajemen Kurban


Setiap kali Idul Adha umat Muslim disibukkan dengan berbagai persiapan perayaannya. Ini sangat wajar karena bulan Dzulhijjah adalah bulan yang sarat akan makna disamping bulan Ramadhan. Salah satu suasana khas menjelang hari raya haji atau kurban di Indonesia adalah munculnya pedagang ternak musiman yang memenuhi setiap sudut kota. Ditinjau dari aspek kuantitas, dari tahun ke tahun jumlah ternak yang diKurbankan relatif meningkat. Namun sayangnya dari aspek kualitas, praktik pelaksanaan kurban tak jarang telah menyimpang dari tuntunan. Sebagai pengantar perlu diketahui bahwa pelaksanaan kurban di Indonesia berbeda dengan Arab Saudi. Jika di Indonesia kurban diselenggarakan secara mandiri oleh masyarakat, sebaliknya di Arab Saudi aparat pemerintah turut disibukkan dalam prosesi pemotongan hewan kurban.
Luruskan Niat
Kurban adalah urusan yang telah diatur dengan jelas oleh agama Islam, bahkan hingga hal-hal kecil di dalamnya pun telah disediakan petunjuk dengan lengkap. Oleh karena itu kurban tidak dapat dilakukan sesuai dengan kehendak pihak tertentu saja. Kriteria ternak yang boleh dijadikan kurban harus benar-benar diperhatikan baik ditinjau dari sisi usia ternak maupun kondisi kesehatannya, termasuk hal yang paling sering dilupakan adalah larangan untuk memotong kuku dan rambut ketika hari sudah memasuki tanggal 1 Dzulhijjah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Muslim.
Pendistibusian daging kurban harus dilakukan secara adil, merata, dan tidak diskriminatif. Pihak yang harus diutamakan bukanlah panitia atau pengurban, melainkan orang yang benar-benar membutuhkan seperti fakir miskin. Pengurban memang berhak mengambil namun dibatasi maksimal sepertiga dari kurbannya. Adapun hal lain yang harus dihindari adalah menjual sebagian hasil kurban untuk kepentingan yang tidak disyariatkan dalam Islam. Misalnya menjadikan kulit dan kepala kurban sebagai ongkos potong ataupun menjual kulit dan kepala kurban, meski hasil penjualan tersebut digunakan untuk perbaikan masjid atau lembaga pendidikan sekalipun. 
Seluruh unsur panitia dalam pelaksanaan kurban hendaknya meluruskan niatnya bahwa tugas ini bukanlah acara seremonial pemotongan ternak belaka ataupun sekedar melaksanakan kewajiban bagi orang yang telah mampu berkurban. Namun menjadi panitia kurban haruslah dilandasi dengan niatan ibadah. Oleh karenanya mekanisme kerja dan pembagian peran panitia pun harus mengikuti ketentuan dalam Islam. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dalam melaksanakan kepanitiaan kurban yang benar-benar sesuai dengan tuntunan Islam banyak sekali ditemui hambatan dan tantangannya, mulai dari kebutuhan SDM juru sembelih kurban handal yang terus meningkat namun berbanding terbalik dengan jumlah yang tersedia sampai dengan masjid-masjid yang menjadi tempat sekaligus pelaksanaan penyembelihan kerap tidak dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai. Meski demikian dari kepanitiaan kurban tersebut tetap ada nilai-nilai keutamaan yang dapat dipetik, yaitu berupa kesabaran, kejujuran, dan kemampuan memegang teguh amanah. 
Urgensi Evaluasi
Berpijak pada kondisi tersebut, kiranya perlu dilakukan revitalisasi manajemen kurban. Karena untuk mendapatkan hasil yang optimal kurban tidak dapat dikelola secar asal jalan. Dalam lingkup ilmu manajemen, prosesi kurban dapat dikelompokkan dalam 4 tahapan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan kurban. Pada tahap perencanaan Kurban, panitia harus mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kurban dengan detail, mulai dari format pelaksanaan, anggaran yang dibutuhkan, dan jumlah orang yang berhak menerima distribusi Kurban. Selanjutnya pada tahap pengorganisasian, panitia melakukan pembagian tugas kerja pada SDM yang ada, koordinasi dengan tukang potong, pembuatan kupon, publikasi, dan lain-lain. Pada tahap pelaksanaan, dilakukan aplikasi dari perencanaan dan pengorganisasian yang telah diterapkan dengan disertai penyesuaian dengan kondisi riil di lapangan.
Tahap terakhir adalah pengontrolan dan evaluasi. Tahap ini biasanya sering dilupakan kepanitiaan kurban. Kebanyakan panitia akan bubar begitu saja setelah pendistribusian kurban. Padahal tahap ini sangatlah penting karena pada tahap ini dapat diketahui seluruh kekurangan pelaksanaan tahun ini untuk diinventarisir sebagai perbaikan kepanitiaan tahun mendatang. Jika keempat tahap tersebut dapat disinkronisasi maka kurban akan terlaksana dengan lebih rapi. Sehingga hakekat Kurban dapat benar-benar sesuai dengan yang telah digariskan dalam Al-Qur'an dan Sunnah.